Pemanfaatan Air Limbah di Dalam Proses Produksi Bioetanol

Di berbagai belahan dunia, penggantian bahan bakar dari yang berbasis minyak bumi (petroleum based) ke sumber yang dapat diperbaharui semakin gencar dilakukan. Salah satunya adalah menggunakan bioethanol yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan. Pada awalnya, produksi bioethanol dilakukan menggunakan tumbuh-tumbuhan yang juga merupakan bahan pangan seperti jagung atau tebu. Akan tetapi, dengan adanya isu-isu keterbatasan bahan pangan maka material dasar untuk pembuatan bioethanol dialihkan ke limbah-limbah agrikultur (misal batang tanaman, dedaunan). Dengan demikian, selain mengurangi konsumsi minyak bumi, produksi bioethanol dapat juga mengurangi limbah agrikultur.

Dalam perkembangannya, berbagai upaya dan penelitian dilakukan agar proses produksi bahan bakar berkelanjutan ini dapat seminimal mungkin memanfaatkan sumber daya alam termasuk air. Air merupakan komponen penting yang diperlukan dalam produksi bioethanol. Untuk satu unit etanol berbahan jagung yang diproduksi, diperlukan air sebanyak empat hingga tujuh unit. Bahkan, untuk produksi bioethanol dari limbah agrikultur diperlukan enam hingga sepuluh unit air per unit etanol. Kebutuhan air untuk produksi bioethanol ternyata jauh lebih tinggi dibanding dengan proses pemurnian minyak bumi yang hanya memerlukan 1,5 unit air per unit minyak bumi yang dimurnikan.

Untuk menghindari penggunaan sumber air dalam produksi bioethanol salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu memanfaatkan air limbah terolah. Seperti pada salah satu penelitian di University of Illinois Urbana-Champagne yang membuktikan bahwa dengan kondisi yang sesuai air limbah dapat dimanfaatkan kembali untuk digunakan di dalam proses produksi bioethanol berbahan limbah agrikultur. Produksi etanol memanfaatkan aktivitas yeast sehingga kondisi air yang akan digunakan penting untuk diperhatikan agar dapat mendukung pertumbuhan yeast. Beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain temperatur, pH, dan nutrient. Mikroelemen penting yang diperlukan antara lain zink, tembaga, kobalt, kalsium, kalium, natrium, mangan, fosfor, dan kromium.

Tim peneliti tersebut mengklaim bahwa hasil temuan mereka ini selain dapat mengurangi emisi gas rumah kaca juga menghindari kompetisi bahan pangan dan kebutuhan lahan (Waterworld.com). Menarik, bukan?

 

Sumber:

Divya Ramchandran, Vijay Singh, Kishore Rajagopalan, Timothy Strathmann, Use of Treated Effluent Water in Cellulosic Ethanol Production, Illinois Sustainable Technology Center Report TR049, March 2013.

www.waterworld.comA�(diakses 18 Maret 2013)