Pada postingan sebelumnya, saya menulis sedikit informasi tentang sludge bulking. Kali ini saya ingin berbagi informasi mengenai metode untuk mengontrol/mengatasi sludge bulking. Dalam mengatasi sludge bulking ada dua pendekatan yang bisa kita gunakan, non-spesifik dan spesifik.
Metode pengontrolan sludge bulking non-spesifik
Beberapa metode pengontrolan non-spesifik antara lain pengaturan debit RAS (return activated sludge), penambahan bahan kimia, dan desinfeksi. Metode non-spesifik ini bersifat sementara, maksudnya fenomena bulking dapat terjadi apabila perlakuan-perlakuan tersebut sudah tidak dilakukan lagi.
1.A�A�A�A�A� Pengaturan debit RAS (return activated sludge).
Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan debit RAS untuk mencegah solid wash out ke saluran efluen.
2.A�A�A�A�A� Penambahan bahan kimia untuk meningkatkan laju pengendapan solid.
Bahan kimia yang digunakan biasanya dari kelompok polimer. Polimer dapat membantu proses pengendapan solid seperti halnya pada proses koagulasi-flokulasi. Namun, karena harganya yang mahal, penggunaan polimer biasanya digunakan hanya pada situasi darurat.
3.A�A�A�A�A� Pemberian desinfektan untuk membasmi organisme filamentous.
Desinfektan yang paling umum digunakan adalah klorin. Pemberian dosis klorin harus dilakukan secara tepat sehingga dapat membasmi mikroorganisme filamentous namun tidak membahayakan organisme-organisme pembentuk flok.
Metode spesifik
Dalam mengaplikasikan metode-metode spesifik untuk mengatasi sludge bulking, diperlukan pengetahuan dalam penyebab sludge bulking itu sendiri. Beberapa penyebabnya antara lain kurangnya nutrien, konsentrasi oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) yang rendah, dan konfigurasi tangki aerasi.
1.A�A�A�A�A� Kurangnya nutrien
Di dalam proses activated sludge (dan proses pengolahan biologi lainnya), dua sumber nutrien yang utama (makronutrien) yaitu nitrogen (N) dan phosphorus (P). Secara umum, rasio makronutrien yang digunakan adalah 100:5:1 (BOD:N:P) sehingga apabila rasio N atau P kurang dari ini maka dapat kita katakan bahwa terjadi defisiensi nutrien di dalam proses. Kita dapat mengetahui rasio ini dengan analisis kimiawi air limbah (analisis nilai BOD, konsentrasi N dan P) atau dengan analisis mikrobiologi. Dengan analisis mikrobiologi, sludge bulking akibat kurangnya nutrien ditandai antara lain dengan adanya mikroba filamentous tipe 021N (Thiothrix spp., S. natans, H. hydrossis, dan N. limicola III), penampakan activated sludge yang viscous, dan foam pada clarifier maupun tangki aerasi yang mengandung material eksoseluler dalam jumlah yang signifikan.
Untuk mengatasi bulking akibat defisiensi nutrien tentunya dengan memenuhi kebutuhan nutrien itu sendiri. Rasio 100:5:1 dapat digunakan sebagai acuan karena penambahan nutrien juga tidak boleh berlebihan agar tidak terjadi toksifikasi pada sistem. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan makronutrien dapat dipengaruhi oleh temperatur dan umur lumpur (sludge age). Pada temperatur yang rendah kebutuhan makronutrien akan lebih tinggi. Sistem dengan umur lumpur yang panjang akan memerlukan makronutrien lebih sedikit karena terdapat resirkulasi makronutrien akibat adanya lisis. Pemantauan konsentrasi N dan P di dalam tangki aerasi tidak kalah pentingnya dengan pemantauan pada efluen.
2.A�A�A�A�A� Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut
Untuk setiap rasio F/M yang digunakan, rendahnya DO dapat memicu pertumbuhan organisme filamentous penyebab sludge bulking. Dari www.dec.ny.gov disebutkan bahwa secara umum, untuk rasio F/M hingga 0.5 konsentrasi DO sebesar 2 mg/L perlu dijaga. Kita tentu tidak mau menambahkan oksigen terlalu banyak ke dalam tangki karena biaya operasionalnya akan menjadi sangat tinggi.
Masalah bulking akibat rendahnya DO ini bisa menjadi sangat tricky karena berkaitan erat dengan rasio F/M. Kebutuhan oksigen di dalam tangki meningkat bersamaan dengan meningkatnya rasio F/M. Jika kita tidak dapat meningkatkan konsentrasi DO, maka kita harus menurunkan rasio F/M dengan cara meningkatkan konsentrasi MLSS (memperbesar faktor M – mikroorganisme). Akan tetapi, menurunkan F/M dapat berakibat pada peningkatan MCRT yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan oksigen untuk respirasi endogenous. Apabila masalah seperti ini ditemukan, maka cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi bulking adalah tetap mengoperasikan pada DO rendah dan melakukan klorinasi untuk membasi organisme filamentous. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan selector.
3.A�A�A�A�A� Konfigurasi tangki aerasi
Sistem yang dioperasikan secara kontinyu dan teraduk secara sempurna (completely mixed) biasanya memiliki karakteristik pengendapan yang lebih rendah dibandingkan sistem yang dioperasikan secara intermiten atau yang memiliki tangki aerasi dengan kompartemen-kompartemen. Mengapa demikian? Karena pada sistem yang tercampur sempurna akan terjadi pencampuran antara influen dengan RAS (return activated sludge) yang menciptakan influen dengan konsentrasi yang tinggi. Mikroba penyebab bulking (pin-floc organism) memiliki kemampuan bioadsorpsi yang tinggi sehingga mereka akan a�?menghabiskana�? substrat terlebih dahulu dan memenangkan kompetisi pertumbuhan dengan mikroorganisme lainnya. Untuk mengatasi hal ini biasanya dipasang selector.
Konfigurasi tangki aerasi dengan selector memungkinkan mikroorganisme pembentuk flok untuk tumbuh dan mncegah pertumbuhan mikroorganisme-mikroorganisme penyebab bulking. Pemasangan selector pada tangki aerasi sebenarnya melakukan pembagian zona pada tangki dan melakukan modifikasi konsentrasi oksigen pada zona-zona tersebut.
Saya punya masalah sludge carry over di clarifier, padahal ketiga penyebab sludge bulk di atas tidak terjadi, apakah hanya sludge bulking saja yang menyebabkan solid carry over ke effluent?ataukah clarifier saya overload?bagaimana cara mengetahui kalau clarifier overload?
terima kasih
@ Indra:
Salah satu cara untuk mengetahui apakah clarifier overloaded atau tidak yaitu dengan State Point Analysis. Penjelasan mengenai State Point Analysis ini dapat dilihat di dalam video clarifier operation.
mohon pencerahan..karena banyak sekali permasalahan di unit kami.kami punya unit wwt dengan kapasitas aerasi 500m3,berapa mlss ideal untuk kapasitas tersebut beban COD 1500mg/lt?permasalahan V30 950ml/lt,apa di perbolehkan lumpur mati/anaerob di kembalikan ke aerasi?thx
@ Zaky:
1. Untuk menentukan MLSS mungkin bisa dicoba menggunakan perhitungan teoritis terlebih dahulu yaitu berdasarkan rumus penentuan nilai SVI (sludge volume index)
SVI [mL/gram] = (V30 [mL/L] * 1000) / MLSS [mg/L]
Dari data yang Anda berikan, Anda sudah memiliki nilai V30 sebesar 950. Anggap saja Anda menginginkan SVI berada pada angka 100, maka MLSS yang sebaiknya tersedia adalah sebesar 9500 mg/L.
Hasil ini perlu dicek dengan rasio F/M di reaktor dimana F merupakan substrat (BOD atau COD yang biodegradabel) dan M merupakan konsetrasi mikroorganisme. Nilai F/M sebaiknya berada pada kisaran 0.15 – 0.5
2. Resirkulasi lumpur yang sifatnya anaerob sebaiknya tidak dilakukan dalam proses aerob karena dapat mengganggu proses dan menimbulkan bau.
Mohon bantuanya
Saya punya masalah dengan sludge bulking pada primary clarifier. Penyebab bulking ini yang masih belum dapat saya pastikan, sebagai informasi limbah yang saya olah disini adalah limbah dari proses kertas daur ulang dengan influent 4000m3/day, proses sebelum masuk primary clarifier adalah krofta dan equalisasi dengan surface aerator. Kira2 apa penyebab bulking tersebut ya? Apakah adanya carry over dari krofta atau mikroorganisme atau apa yang lainya? Dan bagaimana mengatsinya agar tidak carry over ke aerasi. Terima kasih atas bantuanya.
Halo Dian,
Untuk memastikan tentang carry over dari proses krofta, mungkin ada baiknya melakukan pengecekan konsentrasi influen dan efluen dari proses tersebut kemudian dibandingkan dengan desain awal unit tersebut, apakah masih masuk kriteria atau tidak.
Mengenai penyebab spesifiknya, saya tidak bisa mengatakan secara pasti karena penyebabnya bisa bermacam-macam dan untuk menentukannya diperlukan observasi.
Mungkin ada di antara teman-teman pembaca yang sudah memiliki pengalaman di lapangan dan ingin berbagi dengan Dian, saya persilakan untuk sharing di sini.
Sebagai tambahan, mudah-mudahan artikel yang saya temukan di situs waterworld.com ini bisa menambah referensi (Mass Balance Approach Successful in Controlling Bulking Sludge). Silakan email saya kalau kesulitan untuk mengakses artikel tersebut.
Salam,
Muti
Itu kemungkinan saat proses fisika kimianya berlebih atau over. Bisa jd kelebihan koagulan/flokulan saat proses di krofta. Tiap koagulan/flokulan memiliki titik maksimum.
assalamualaikum
saya mau tanya
bagaimana cara mengatasi primary clarifier yg sludge nya menjadi tebal dan banyak, dan juga konsumsi oksigen nya jadi banyak ?
mohon bantuanya
Minta..share..di stp.saya..di aerasi dan timbul..butiran2 coklat..seperti busa..bukan grease trap..tpi.q gk thu apa.penyebabnya..yg saya tanyakan butiran lembut..kalau nggumpul seperti busa itu penyebabnya apa
Mungkin itu fenomena “foaming”. Penyebab foaming di tangki aerasi bisa bermacam-macam yang secara garis besar dibedakan menjadi foaming kimiawi atau biologi. Foaming kimiawi biasanya terjadi akibat adanya kandungan surfaktan di dalam air limbah. Sementara itu, foaming biologi bisa disebabkan oleh tidak seimbangnya rasio F/M atau adanya bakteri penyebab foaming (contohnya Microthrix dan Nocardia).
Semoga membantu!
Saya mau bertanya, dampak apa yang timbul apabila menambahkan polyelectrolyte ke dalam bak aerasi?
Mohon informasinya. Terima kasih
saya mau bertanya, dampak apa apa yang akan timbul jika menambahkan polyelectrolite ke dalam bak aerasi? Mohon informasinya. Terima kasih.
Dalam menentukan dosis nutrient N dan P, dengan rumus 100:5:1
Apakah analisa cod tersebut di ambil dari bak aerasi,
Dan apakah larutan tersebut harus di endapakan dulu.
dan larutan yang bening saja yg dianalisa.
terima kasih